MA Rusia Larang Gerakan LGBTQ, Sebut Sebagai Organisasi Ekstremis

MA Rusia Larang Gerakan LGBTQ, Sebut Sebagai Organisasi Ekstremis

Mahkamah Agung (MA) Rusia menyatakan larangan terhadap gerakan LGBTQ+. MA menyebut bahwa gerakan tersebut sebagai organisasi ekstremis. Oleh karena itu, MA Rusia melarang aktivitasnya di seluruh negeri.

Dilansir BBC , keputusan MA Rusia merupakan buntut dari mosi Kementerian Kehakiman, meski demikian tidak ada organisasi semacam itu yang berbadan hukum di Moskow. Lebih lanjut, sidang putusan mengenai hal ini digelar tertutup. Wartawan diizinkan mengikuti persidangan dan mendengar putusan pengadilan.

Tiga tahun lalu, konstitusi Rusia diubah dan lebih memperjelas soal isu ini. SOSOK Isaiah Garza, Bule Beri Rumah dan Uang Sekardus ke Wanita Penjual Donat Baik Hati: Itu Rumahmu MA Rusia Larang Gerakan LGBTQ, Sebut Sebagai Organisasi Ekstremis

Sosok Isaiah Garza Bule yang Viral Beri Penjual Donat Rumah & Uang Sekardus, Bukan Orang Sembarangan "Kami Kedepankan Hati Nurani" Kata Kejari Bojonegoro soal Kasus Kakek Dituding Curi Ayam Kades Halaman 4 SOSOK Isaiah Garza, Bule yang Beri Rumah dan Uang ke Penjual Donat, Desainer Langganan Justin Bieber

Mahkamah Agung Rusia Tetapkan Gerakan LGBTQ sebagai Ekstremis Dapat Upah Rp5000, Mbah Semi Utang Beras Demi Makan, Dinsos Sebut Hidupnya %27Sangat Tidak Kekurangan%27 Halaman 4 Dijelaskan bahwa pernikahan berarti persatuan antara seorang pria dan seorang wanita.

Jadi, pernikahan sesama jenis tidak diakui di Rusia. Menjelang keputusan itu, koresponden BBC, Steve Rosenberg mengajukan pertanyaan kepada seorang deputy di St Petersburg apa dampak yang akan ditimbulkan dari larangan ini. Sebagai diketahui, Troshin sendiri mengaku sebagai gay tahun lalu.

Troshin kemudian menguraikan bahwa dengan adanya larangan ini, siapa pun yang dianggap oleh negara sebagai aktivis LGBTQ dapat menerima hukuman penjara yang lama. "(Mereka) dianggap berpartisipasi dalam organisasi ekstremis," ucapnya. "Bagi penyelenggara kelompok seperti itu, hukuman penjaranya akan lebih lama lagi.

"Ini benar benar penindasan. Ada kepanikan di komunitas LGBT di Rusia," ujarnya. "Banyak orang yang segera beremigrasi. Kata sebenarnya yang kami gunakan adalah evakuasi. Kami harus mengungsi dari negara kami sendiri. Ini mengerikan," katanya. Dalam beberapa tahun terakhir, komunitas LGBTQ+ di Rusia semakin mendapat tekanan dari pihak berwenang.

Pada tahun 2013, sebuah undang undang disahkan yang melarang "propaganda tentang hubungan seksual non tradisional". Tahun lalu, pembatasan tersebut diperluas ke semua kelompok umur di Rusia. Awal bulan ini, salah satu saluran TV Rusia mengubah warna pelangi dalam video pop Korea Selatan, untuk menghindari tuduhan melanggar undang undang "propaganda gay".

Dikutip dari Al Jazeera, pada bulan Juli kemarin, anggota parlemen melarang intervensi medis dan prosedur administratif yang melarang perubahan gender. Anggota parlemen Pyotr Tolstoy mengatakan pada saat itu bahwa tindakan tersebut bertujuan untuk "mendirikan penghalang terhadap penetrasi ideologi anti keluarga Barat". November lalu, anggota parlemen juga menyetujui rancangan undang undang yang melarang segala bentuk "propaganda" LGBTQ.

Dari 49 negara Eropa, organisasi Rainbow Europe menempatkan Rusia di peringkat ketiga dari bawah dalam hal toleransi terhadap kelompok LGBTQ. Sementara itu, di Asia, Taiwan tampil sebagai satu satunya negara yang melegalkan pernikahan sesama jenis.